Semeru

 Hai, abang

Kini aku sudah mencapai puncak yang kau banggakan.

Benar katamu, 

Semeru lebih indah jika dipandang lekat dimata.


Abang, kini kita sama tingginya.

Jika kamu melebur jadi satu dengan Semeru,

Apa aku boleh mengikutimu?



07/07/07

'Halo dek, abang taruh uang sakumu di bawah toples selai. Kayak biasa ya. Harus bisa dipake seminggu.' -Abang ganteng ^^


Pagi ketujuh dibulan tujuh tahun 2007. Pagi yang sama, dengan suasana sama, di rumah yang sama, masih menapak di bumi yang sama, dan langit begitu cerah seakan mengajak, atau mengejek dimataku. 

Note dipagi hari, sepi.

Aku memulai hari seperti biasa, dengan helaan nafas panjang tanda kurang syukurku, wajah ditekuk, kantung mata hitam sangat buruk, ewhh benar - benar pagi yang buruk.

Hari ini pengumuman ujian, ketika semua tan heboh, menangis terharu dipeluk ibu. Aku hanya menatap kosong kertas hasil ujianku. 

Percuma, dapat nilai sempurna tapi semuanya hampa.


di rumah,

'Abang, ditelfon wali kelasmu katanya kamu dapat beasiswa ke bandung. Wah hebat, abang bangga dek'

'Karena adek abang berhasil nih lulus ujian, abang buatin nasi goreng pake telur ceplok spesial, mau gak?'

Hari itu, aku hanya berlalu. Melengos ke kamar,dengan ekspresi super datar. Khas anak broken home lainnya. Haha, tidak. Kebanyakan mereka bisa mengatasinya, hanya aku yang tak bisa. Senyumku berakhir setahun lalu, bersamaan ketukan palu pak hakim yang meresmikan hubungan sakral, ayah dan ibu. Melahirkan sebuah kalimat menyayat sembilu seperti, 'giza ikut ayah atau ibu?'


Toktoktok...

Seperti malam biasanya, abangku terus merayuku untuk sekedar makan malam bersama di meja yang dulunya penuh tawa. Mana sanggup, hatiku masih tercabik tiap kali melihat dua kursi lainnya yang melengkapi meja ini harus di taruh dalam gudang usang yang mana dapat disimpulkan bahwa kenangannya pun usang, kenangannya sudah waktunya dibuang. Hanya tersisa dua kursi saja, dimana harusnya aku duduk dengannya. Namun namanya juga hormon remaja, dimana sakit hati membinasakan segala logika. Dan berungkali seperti biasa selama satu tahun terakhir, aku menjadi sosok dingin tak tersentuh, sosok egois dengan sejuta kepercayaan diri seolah bisa menjaga semua sendiri, membebani diri walau tiap malam rasanya mau mati. 


07/07/11

-Abang

Adek semangat untuk skripsinya hari ini, doa abang selalu menyertai.


Pesan dipagi hari seperti biasa, dari abang. Kalo kata si vivi temanku asal Ngawi itu bilang, 'Abangmu manis banget. Setiap hari kasih support adeknya walaupun pesannya cuma berakhir dibaca.'


Aku nggak tau sejak kapan aku jadi melihat abang dengan pandangan itu, mungkin lukaku terlalu menutupi, kalutku menjadi benci. Dan aku merasa bisa sendiri. Melihat abang sok perhatian padaku, melukai harga diriku seolah aku anak ayam yang ditinggal induknya yang malang, yang di opor ketika lebaran misalnya. Tidak, dari awal aku sudah berpegang teguh kalau aku mampu tanpa siapapun orang terdekatku, karena biasanya yang dekat itu berkhianat seperti ayah dan ibu. 


07/07/15

-sgraputra menandai anda dalam postingan


'Di semeru lagi kali ini, berharap dapat meihat indahnya bersama adikku tercinta <3'


Eww,buru buru kututup akun media sosial itu. Benar-benar malu dengan kata kata abangku yang begitu 'wagu'. Sudah sepantasnya dia melajang, dengan kata kata murah seperti itu wanita mana yang mau?? Rayuan era modern saja terkadang membuatku ngilu, apalagi kata kata seperti itu. Dan seperti biasa, abang selalu melakukan sesuatu secara rutin dan terencana. Setauku dulu ia tidak suka mendaki, tapi sudah postingan ketiga di tiga tahun terakhir semenjak aku pindah ke Jogjakarta. Aku bertemu dengannya terakhir saat wisuda, itupun karena abang sudah terlanjur sampai di depan gedung kampusku. Kalau tidak, aku akan mengatakan seribu alasan untuk tak usah datang. Sekali lagi entah kenapa. Bahkan sudah hampir 10 tahun berlalu, kejadian pahit itu tidak hanya membuatku seolah yatim piatu tetapi jiga memutus darah saudara antara aku dan abangku. 


07/07/19

'Dek hari ini abang mau ke semeru, kamu gak mau ikut? Bukannya kamu bilang 10 hari di bulan Juli selalu libur di kantormu?'

'Aduh, aku lagi males banget keluar bang. Perutku sakit lagi datang bulan.'


Kali ini tidak bohong. Aku memang sedang terbaring kesakitan di kursi depan karena entah mengapa hormon saat datang bulanku seperti lain daripada yang lain. Karena sakitannya luar biasa. 


'Oh yaudah, jangan lupa dikompres. Istirahat aja jangan lupa makan'


Entah sejak berapa tahun terakhir hubunganku dan abang membaik. Aku mulai menyembuhkan sedikit luka luka menganga, ternyata menerima kebaikan dari orang sekitar tidak ada salahnya. Apalagi abang bukan orang lain, aku dan dia lahir di rahim yang sama. Hingga di beberapa tahun lalu, abang datang ke kos an ku, kebetulan kosnya dekat kantorku bekerja. Abang membawa sekresek makanan seperti biasa dia menggapku seperti anak ayam yang kehilangan induknya lagi, kami bicara banyak. Meluruskan yang bengkok, menyambung yang putus, merajut yang terlanjur usang. Ternyata tangisku di hari itu, membawaku pada sifat baru. Hampir kembali pada giza 12 tahun lalu. Hampir karena sepenuhnya akan terisi ketika aku dan abang akan pergi ke semeru hari ini. Harusnya, sebelum pada akhirnya aku tertidur di atas sofa.


'Lihat deh Za. Semeru indah kan. Lebih indah lagi kalo kamu liat pake mata. Tahun depan pokoknya harus ikut, abang ga terima alasan lain ya'


Mungkin pukul 9 pagi aku membuka pesa dari abang. Gila, memang indah nyatanya. Hanya melihat sebuah foto saja aku jadi menyesal tidak ikut abang.

'Ih, asli bagus banget gunungnya. Pokoknya tahun depan Giza beneran ikut.'


Belum berbalas. Hingga pukul 2 dini hari. Bang izar, sahabat abangku menelepon. Awanya bingung, namun tak urung aku sngkat telfonnya. 

"Halo, 

"GIZA."(izar) , Kenapa harus berteriak gerutuku dalam hati

"Kenapa bang Izar telepon jam segini, orang jam segini tuh waktunya istirahat"

"Kamu ke semeru sekarang."

"Hah?"

"Abang mu, abangmu hilang. Tadi setauku dia dibelakang rombongan. Tapi sampai kami tiba di bawah dia gak susul"

"Bang izar, gak usah bercanda ya. Aku tahun depan udah janji ikut beneran gak alesan lagi. Sumpah"

"Giz, ini serius. Kamu ke sini cepet. Tim sar disini lagi nyoba susur. Kamu kesini hati-hati. Naik kendaraan yang sekiranya aman. Ah, harusnya aku gak nelfon kamu. Duh, pasti ketemu. Abang kamu paling tadi cuma ketinggalan rombongan, sekarang kamu balik tidur dulu aja. Besok aku kaba...


Aku bergegas, mengambil serampangan baju sandal, dompet, dan handphone. Langkahku tergesa. Memencet segala aplikasi kendaraan yang ada. Tapi nihil, lagian siapa yang mau menerima pelanggan jam segini?

Pikiranku kalut, takut dan tak percaya memuara, ingin menangis tumpah ruah tapi urung karena tujuan utama adalah semeru sekarang. Akhirnya aku dapat kendaraan setelah menelepon teman kantorku yang mau mengantarku ke sana. Sampai sana sekitar pukul 10 pagi aku sampai. Banyak orang beramai ramai, aku memilah, mana abangku. Atau paling tidak, mana bang Izar. Kalau sampai dia bercanda aku bakal gunduli rambut keritingnya itu. 

Di seberang sana akhirnya aku menemukan bang Izar yang juga melihatku, rautnya kacau. Matanya berlinang. Oh tidak, dibayar berapa dia sama Abang sampai bisa akting sehebat ini.


Aku mendekat, belum sempat bertanya. Bang Izar mendekapku erat, rasanya penuh. Dia menangis tersedu, dengan aku yang termangu. Dekapan hangat ini mirip punya Abang. Tapi dekap abang lebih erat. Kulepaskan pelukan bang Izar dan au bertanya.

"Bang, mana Abangku?"



07/07/20


Sekarang tidak ada pesan pagi dibaris pertama, note kecil dimeja, postingan penanda, atau voice note dengan durasi super lama.

Siapa sangka, kejadian setahun lalu membawaku kesini. Iya benar, Semeru.

Seperti janji ku di tahun kemarin, aku benar benar ke Semeru. Hanya bedanya, kini sendiri. Dengan pundak yang memberat, ini dakian pertamaku dan aku seorang diri. Sungguh pilihan paling nekat dihidupku yang selalu terencana. Tapi ternyata, mendaki sendiri tidaklah buruk. Banyak pendaki lain yang mengajakku mengobrol, sekedar basa-basi. Dan suasana ini, hangat. Seperti sebuah keluarga di ketinggian ini. Apa ini yang selalu Abang dapat. Apa ini yang membuat abang ketagihan mendaki walau lelah lelah menyergap setiap saat. Disini hangat dan ramah. Perasaan yang lama hilang dari hidup Abang. Tapi, kenapa setelah sekian tahun lalu kita kembali merasa hangat namun dingin kembali menyergap. Seolah tak rela membiarkan kita menikmati sedikit kasih antara Abang dan adik. Tapi kenapa semeru yang hangat dan ramah membawamu ke sana?


Lalu ketika sampai puncaknya, kuambil sebuah potret indahnya Semeru. Sepertinya objek ini pernah kulihat. Ah, di pesan pagimu waktu itu. 

Kupandangi secara merinci setiap sisi keindahan Semeru. Semakin aku ingin mencari, apa yang tertinggal. Apa ada jejak, sampai ketika diujung tepi,


"Abang, kini kita sama tingginya.

Jika kamu melebur jadi satu dengan Semeru,

Apa aku boleh mengikutimu?"





Komentar

Posting Komentar